JAKARTA, SARINAH NEWS, – Menelisik opini Denny JA dalam kanal YouTube-nya yang telah beredar pada, kamis, (28/9/2023) yang menggiring opini IKN sebagai isue politik mengahadapi pemilu 2024 mendatang.
Pemindahan Ibukota suatu negara tidak lepas dari pro-kontra penduduk warga negara tersebut, dan juga ternyata terjadi di lingkungan pemerintahan dan parlemen di Republik ini.
Ketika diputuskan bersama dan menjadi undang-undang (UU IKN, UU No.3 tahun 2022, tentang pemindahan Ibukota Negara), mestinya menjadi suatu keharusan warga negara itu menghormati dan menjalankan apa yang telah menjadi keputusan bersama.
Justru, dari mereka sendiri yang memprovokasi untuk melakukan penolakan pembangunan IKN dengan demo pesanan untuk turun ke jalan.
UU harus ditegakkan! Rakyat yang sadar hukum, TNI-POLRI sebagai garda terdepan untuk selalu menegakkan hukum dan perundang-undangan yang telah dibuat sendiri. (parlemen & pemerintah red).
Kecuali para komprador penghianat dan oligarki penikmat malas yang cenderung menolak serta merong-rong keputusan tersebut, walaupun mereka ikut dalam keputusan pembuatan UU tersebut.
Bagi gerombolan seperti itu pantas disebut ‘penghianat’.
Kenapa bisa disebut penghianatan? Tentu saja berdasarkan kepentingan business oligarki, mereka yang terganggu, yang selama ini sudah enak bahkan sudah turun temurun ditempat itu tiba-tiba harus pindah dan mengeluarkan biaya yang tak sedikit.
Meradanglah para cukong komprador, oligarki dan para mafia business yang terganggu rejekinya. Pesanan penolakan baik di parlemen maupun di jalanan terjadi, walaupun negara melakukannya demi pemerataan serta keadilan sosial ekonomi berdasarkan amanat Pancasila dan UUD 1945
Ah! Mereka yang sering teriak-teriak keseimbangan dan/atau perimbangan pendapatan daerah dan pusat hanyalah isapan jempol belaka. Liberalistik bertopeng sosialisme Indonesia.
Sekedar diketahui, ada 20 negara yang pernah melakukan menindahkan Ibukotanya yang tentu saja mendapatkan kritikan dan penolakan dari warga negara tersebut. Tetapi, ketika pembangunan Ibukota berjalan, mereka menghormati dan saat ini mereka juga menikmatinya bersama. (simulasikredit.com, red).
Kenapa Jokowi berani dan gigih melakukan pemindahan Ibukota bahkan Presiden pendahulunya gak ada yang berhasil?
Asumsi kita adalah karena Jokowi tidak ada beban business pribadi yang terganggu, dan tidak ada kepentingan pangan keluarganya yang berkurang.
Dan, karena memang untuk kepentingan masa depan negara kesatuan Republik Indonesia, disamping mengimplementasikan sila ke 5 Pancasila: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Sekali lagi, melirik tulisan opini Denny JA, dia mengatakan:
“Inilah respon kita melihat kegigihan Jokowi, persistensinya, memindahkan ibukota dari Jakarta ke Kalimantan.
Ini mimpi yang sudah digagas sejak zaman Bung Karno, yang menurut Jokowi dalam rangka mentransformasikan Indonesia.
Mengapa kita katakan memindahkan ibukota negara saat ini belum menjadi isu yang populer? Kita mulai dengan data.” Lanjutnya.
(***Pancingan Denny JA dalam opininya, IKN untuk dijadikan sebagai isue populer dalam kampanye Pilpres 2024 mendatang. Red)
Lihat, “Hasil survei LSI Denny JA, bulan Juni 2023. Yang setuju ataupun yang tidak setuju kepada pemindahan ibukota negara hampir sama banyaknya.
Yang setuju sebanyak 47,3%. Tapi yang tidak setuju sebanyak 43,7%. Selisihnya kurang dari 4% saja.
Mereka yang setuju banyak alasannya. Yang paling tinggi alasannya karena ini mengurangi beban Ibukota Jakarta yang sudah padat penduduknya. Alasan lain: mendorong pembangunan di luar Jawa.
Tapi bagi yang tak setuju mengatakan bahwa Jakarta masih layak sebagai ibukota. Juga alasan ini: pemborosan anggaran negara.” katanya dalam kanal youtube-nya.
Penggiringan opini Denny JA ini, menurut kita sangat sensitif. Dari data yang dia gali dari penolakan sebanyak 43.7% ini apa jangan-jangan hanya asumsi bukan data real. Kenapa? Karena data yang dia sampaikan jauh dari data kepuasan masyarakat Indonesia terhadap kinerja Jokowi yang dirilis dari hasil survey (LSI) oleh detik.com.
Berdasarkan data kepuasan kinerja Jokowi diatas 80% rata-rata kepuasan masyarakat Indonesia, sangat jomplang dengan hasil survey LSI Denny JA.
Lihat hasil survey dari sumber detik.com, Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengeluarkan hasil survei terkait sejumlah aspek isu nasional, salah satunya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hasilnya, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi 81,9%. Hasil survei LSI dirilis pada Selasa (11/7/2023). Menyatakan bahwa:
“Target populasi survei LSI adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon/cell phone, sekitar 83% dari total populasi nasional. Survei dilakukan pada 1-8 Juli 2023.
Kebijakan pemindahan Ibukota Negara yang didukung UU No. 3 tahun 2022 tentu saja bagian dari hasil survey kepuasan kinerja Jokowi sebesar 83%.”
Selanjutnya, dalam pernyataan Denny JA di kanal youtube-nya:
“Menarik juga kita melihat setuju atau tak setuju dari basis teritori responden. Yang tinggal di Jawa dan Sumatera lebih banyak yang tak setuju.
Sementara yang tinggal di luar Jawa lebih banyak yang mengatakan mereka setuju pindah ibu kota.
Hal yang sama dengan pandangan responden atas kinerja Jokowi. Mereka yang puas dengan kinerja Jokowi lebih banyak yang setuju pindah ibukota. Tapi yang tak puas dengan kinerja Jokowi lebih banyak yang tidak setuju.
Jokowi tetap saja persisten, gigih dengan segala cara, memindahkan ibukota negara kita, terlepas dari pro dan kontra itu. Jokowi lebih digerakkan oleh visi.
Kita teringat Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat, di abad 19. Saat itu dengan lantang dan berani, ia larang perbudakan kulit hitam untuk seluruh Amerika Serikat.
Padahal saat itu, menghapus perbudakan bukanlah hal yang populer di Amerika Serikat bagian selatan. Itu wilayah perkebunan. Mereka sangat tergantung dengan hadirnya perbudakan kulit hitam untuk bekerja di perkebunan.
Akibatnya mereka yang di selatan memberontak. Sebanya 6 negara bagian memisahkan diri. Kebijakan Lincoln dan amendemen konstitusi Amerika Serikat sool larangan perbudakan ikut memicu perang saudara bertahun-tahun di Amerika Serikat.
Perang saudara ini menyisakan trauma lebih dari 100 tahun di negeri Paman Sam. Tapi sekarang warga Amerika Serikat merasa berhutang budi yang luar biasa kepada Abraham Lincoln.
Sebagai pemimpin yang visioner, ia berani mengambil keputusan yang sangat penting: menghapuskan perbudahan kulit hitam. Walaupun saat itu, ini bukanlah hal yang populer.
Apakah hal yang sama akan terjadi pada Jokowi atas keberaniannya memindahkan Ibukota?” Kata Denny JA.
Diakhir paragraph, dia sampaikan: “Apakah hal yang sama akan terjadi pada Jokowi atas keberaniannya memindahkan ibu kota?”
Sepertinya, dalam asumsi kita, Denny JA memancing beberapa daerah untuk melakukan penolakan dengan turun ke jalan lagi dan membebaskan diri dari NKRI seperti beberapa daerah yang pernah mencoba melepaskan diri dari NKRI, yang harapannya tak jauh berbeda dengan 6 negara bagian AS.
Dari opini Denny JA tersebut bagaimana 6 negara bagian AS yang terus melawan hingga ratusan rahun lamanya. Seakan Denny JA mengharapkan hal aeperti itu terjadi dan/atau minimal gaduh meninggalkan perjuangan keberanian Jokowi memindahkan Ibukota Negara Republik Indonesia sebagai alat opini menjelang pemilu 2024 melawan Ganjar Pranowo yang jelas melanjutkan program-program Jokowi termasuk ‘hilirisasi’ yang akan dibenturkan dengan Prabowo Subiyanto sebagai bentuk anti thesa yang didukung Denny JA, yang memiliki kesamaan dengan Anis Baswedan.
Penggiringan opini seperti ini tak jauh bedanya dari pemikiran kaum komprador mengejar popularitas bukan scientists independent.
Soal Capres dan Cawapres, kalau kita tau, PDI Perjuangan sendiri dalam konggres V di Bali sangat jelas menyatakan bahwa Megawati ditetapkan sebagai ketua umum untuk menentukan Capres dan Cawapresnya pada pemilu 2024 mendatang. Berarti Megawati sebagai mandataris/petugas partai PDI Perjuangan yang menetapkan Capres dan Cawapresnya.
So, bagaimana jikalau Megawati menetapkan Prabowo-Ganjar atau Ganjar-Prabowo, apa salah? Bisa saja terjadi bukan? Bagaimanapun juga, kader PDI Perjuangan tetap menghormati setiap keputusan yang dibuatnya. Jelas tegak lurus! Karena Capres dan Cawapres bagi PDI Perjuangan hanya diamanatkan kepada Megawati sebagai Ketua Umum Partai yang harus menjalankan sebagai petugas partai atau mandataris partai PDI Perjuangan.
Percuma memancing opini menyerempet disintegrasi negara (*seperti dalam contoh 6 negara bagian AS yang balelo diatas, red), jikalau ujung-ujungnya kedua pimpinan partai besar yang didukung partai koalisi menjadi bersatu melawan capres penentang IKN dan Hilirisasi program Jokowi, apalagi capres anti thesa ideologi Pancasila. Sekali lagi Kalau itu terjadi bagaimana?
Opini positif akan menghasilkan value positif, sebaliknya opini negatif akan menghasilkan value negatif pula.
***Maaf Bung Denny red.
Author: sarinah
Editor: sarinahnews.com
Jakarta, September 29, 2023
Menelisik kanal YouTube Denny JA: