OPINI, SAIFUL HUDA EMS: KEMARUK JABATAN

OPINI, SAIFUL HUDA EMS: KEMARUK JABATAN

KEMARUK JABATAN

By. Saiful Huda Ems.

 

Di tengah gonjang-ganjing persoalan sosial, politik dan ekonomi nasional, dimana rakyat mulai marah dan mengalami krisis kepercayaan pada praktik penegakan hukum di Indonesia yang penuh rekayasa dan tebang pilih.

Dan juga, persoalan dunia pendidikan yang mulai menyimpang jauh dari visi dan misinya, seperti berkembang biaknya trend komersialisasi kampus atau dunia pendidikan di dalam negeri.

Presiden Jokowi bukannya tanggap, tangkas dan gesit merespon semua persoalan itu dengan baik, namun yang terjadi malah mengukuhkan dirinya sebagai biang kerok dari semua persoalan nasional tersebut.

Betapa tidak, rakyat yang marah karena super mahalnya biaya masuk Perguruan Tinggi dari yang swasta hingga Negeri justru tidak direspon dengan baik.

Rakyat dari segala lapisan dan dari segala profesi, mulai dari Tukang Bangungan, Pedagang di Pasar hingga para Advokat, Politisi dan Akademisi juga mentertawakan proses hukum atas Kasus Kematian Vina di Cirebon yang sangat terang benderang namun masih ditutup-tutupi kebenarannya.

Pun demikian dengan kemarahan rakyat pada kasus-kasus korupsi raksasa yang sampai saat ini masih tidak jelas penangannya, Presiden Jokowi tidak berusaha tampil sebagai leader yang berwibawa dan cerdas untuk turut serta menyelesaikan persoalan kacau balaunya dunia pendidikan dan kasus mega korupsi itu.

Bahkan Presiden Jokowi juga tidak berusaha mendesak semua aparat penegak hukum agar lebih cepat dan lebih serius menyelesaikan berbagai kasus-kasus hukum besar yang menyita perhatian publik itu.

Namun Presiden Jokowi malah semakin arogan mengacak-acak dan mengangkangi tatanan hukum dan demokrasi di negeri ini.

Ambil salah satu contoh saja, setelah Jokowi “berhasil” menghancur leburkan wibawa Mahkamah Konstitusi melalui Keputusan MK No.90 Tahun 2023 hingga Sang Adik Ipar harus dipecat dari Ketua MK.

Bahkan menghancur leburkan wibawa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui pemecatan Ketua KPK Firli Bahuri yang terlibat kasus pemerasan dan yang konon sebelumnya Firli telah membuka skandal korupsi kedua anak Sang Nepotis atas kasus korupsi dan gratifikasi proyek strategis nasional yang sampai kini ditutupinya.

Dan yang terakhir “berhasil” menghancur leburkan wibawa Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui skandal si Gundul Cabul hingga Ketua KPU dipecat. Kini Presiden Jokowi seperti hendak menghancur leburkan Indonesia melalui RUU Dewan Pertimbangan Agung (DPA)!

Kenapa saya katakan Presiden Jokowi ingin menghancur leburkan Indonesia melalui RUU DPA? Karena mau percaya atau tidak, bahwa di dalam draft RUU DPA ini para pejabatnya akan ditentukan oleh Presiden, dan mereka boleh rangkap jabatan.

Kedudukan DPA tidak lagi sebagai Lembaga Pemerintah melainkan sebagai Lembaga Negara, dan masa jabatannya jika dahulu ikut presiden, saat ini (dalam draft RUU DPA) tidak diatur.

Ini artinya masa jabatan pejabat DPA akan ditentukan semaunya sendiri. DPA ini sudah dibubarkan semenjak tahun 2003 di masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri, kenapa sekarang mau dihidupkan lagi?

Kita patut curiga, lembaga DPA ini mau dihidupkan lagi oleh karena Presiden Jokowi setelah Oktober 2024 nanti akan jadi pengangguran dan dikejar-kejar banyak persoalan hukum yang menjerat dirinya dan keluarganya.

Dan oleh karena itulah, sangat mungkin Presiden Jokowi nantinya ingin menduduki sebagai Ketua DPA, dan dari sana ia bisa mengatur presiden sesuka hatinya.

Sudah menjadi rahasia umum, bisnis Martabak dan Pisang anak Sang Tuan bangkrut, namun anehnya harta kekayaan para Sang Pangeran itu kok malah melesat menjadi ratusan miliar.

Jika bukan karena pengaruh kedudukan Sang Papa Nepotis, mana bisa semua ini terjadi. Berfikir realistis dikitlah!

Mungkin karena Jokowi telah terilhami oleh sosok politisi senior mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew (1959-1990) yang dianggap sebagai Pahlawan Negara Singapura Modern, karena kepemimpinannya dalam mengubah Singapura dari negara baru dan miskin menjadi sebuah negara maju, hingga syahwat berkuasa Jokowi terpancing untuk mengikuti jejaknya.

Namun, mana mungkin Jokowi sanggup menyamainya, sedangkan prestasi keduanya sangat jauh berbeda.

Lee Kuan Yew berhasil menorehkan tinta emas kemajuan Singapura, sedangkan Presiden Jokowi hanya “berhasil” menumpuk hutang-hutang luar negerinya.

Presiden Jokowi “berhasil” memberikan contoh yang buruk bagaimana mengacak-acak tatanan hukum dan demokrasi Indonesia.

Sedangkan Lee Kuan Yew berhasil membuat kaya raya rakyatnya, dan Presiden Jokowi “berhasil” membuat miskin rakyatnya, hingga pengangguran di Indonesia tertinggi di ASEAN.

Lee Kuan Yew kaya prestasi, sedangkan Presiden Jokowi “Kemaruk (serakah) Jabatan”. Ini harus di-stop! (SHE)

 

 

Posted: sarinahnews.com
Jakarta, 5 Juli 2024

Artikel opini ini ditulis oleh Saiful Huda Ems (SHE) sebagai Lawyer, dengan judul,  “KEMARUK JABATAN”