sarinahnews.com -Malang, Pementasan Theatre, “Chungking Djakarta” naskah Bung Karno digelar di Gedung Kesenian Gajayana Jl. Nusakambangan 19 Kota Malang. Pementasan Teater ini digelar oleh Faizal Riza, DPC REPDEM Kota Malang.
Pertunjukan Theatre naskah Bung Karno ini dihadiri seluruh pengurus parpol PDI Perjuangan baik DPC, PAC, Badan dan sayap partai, termasuk DPC REPDEM Kota Malang pihak penyelenggara. (30/8/2022)
Drama atau tonil ini adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda “toneel” yang artinya ‘pertunjukan’. Pertunjukan atau theatre karya Bung Karno, Doni Kus Indarto selaku sutradara.
Dony Kus Indarto, selaku sutradara theatre terkenal melibatkan kelompok theatre yang ada di Kota Malang dan didukung anggota DPC REPDEM juga sebagai pemain hingga maestro musik klasik Sugik Arbanat bersama kelompok musik Soegeng Rawoeh.
Naskah Chungking Djakarta ini menjadi salah satu dari 17 karya naskah drama atau tonil Bung Karno selama masa pengasingan yang berhasil diselamatkan.
Reza, DPC Repdem Kota Malang, menyampaikan bahwa seluruh karya Bung Karno itu tidak hanya tentang theory politik atau theory pembebasan untuk mencapai kemerdekaan saja tetapi karya sastra beliau sebenarnya sangat populer di kalangan rakyat pada jaman penjajahan dulu.
“Kita sebagai generasi penerus perjuangan Bung Karno, kita harus mulai untuk melestarikan karya-karya Bung Karno dengan memainkan naskah tonilnya di setiap event,” ujar Reza.
Bung Karno sang Proklamator, Politikus, Negarawan dan banyak lagi yang memang patut untuk disematkan pada Founding Father ini ternyata darah seninya juga mengalir di sana, baik itu seni rupa, seni musik, bahkan seni peran atau teater sekalipun.
Gelaran Theatre itu diawali sebuah kelompok diskusi budaya yang digelar oleh Repdem Kota Malang bahwa diskusi itu menghadirkan narasumber seperti Seniman Teater, Doni Kus Indarto; Rektor Universitas Ma Chung, Assoc Prof Dr Morpin Josua Sembiring; Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Prof Dr Djoko Saryono; dan Sekretaris DPD PDIP Jawa Timur, Sri Untari yang diwakili Kepala BKN DPD PDIP Jawa Timur, Ony Setiawan.
Keahlian dalam bidang seni pertunjukan teater inilah yang jarang mendapat sorotan. Bung Karno sendiri tercatat sudah memproduksi 17 naskah sandiwara tonil selama masa pengasingannya di Ende (1934-1938) dan Bengkulu (1938-1942), sumber, tugumalang.id. (24/8)
Di dalam theatre atau tonil karya Bung Karno itu, Chungking Djakarta menceritakan petualangan dua tokoh sentral yakni Tian Kung Hoei dan Zakir Djohan.
Kedua tokoh sentral dalam cerita ini punya entitas suku yang berbeda. Tian Kung Hoi mewakili etnis tionghoa dan Zakir Djohan diperankan Bung Karno adalah etnis Jawa-Melayu. Naskah Chungking Jakarta ini juga sarat akan pesan, terutama soal demokrasi dan kerja sama.
Mereka berdua diceritakan bertugas mengantar uang senilai 8 ribu gulden (kini setara Rp 90 miliar) untuk membantu RRC yang sedang diinvasi Jepang dan ternyata ada penghianatan dalam tubuh organisasi Cina itu. So, uang untuk membantu perjuangan rakyat Chungking atau cina justru dirampok oleh mereka sendiri.
Pesan moral ini juga terjadi pada perjuangan triad untuk membangun negara baru yaitu Taiwan.
Kata Sony selaku Ketua PAC Klojen mengatakan bahwa, naskah tonil Bung Karno ini masih relevan sebagai pesan moral saat ini terhadap kelangsungan bangsa ini dari rong-rongan bangsa lain atau kelompok tertentu.
Bagaimanapun juga, karya Bung Karno ini harus dimainkan sebagai pesan moral bagi kita semua agar kita waspada terhadap kelompok-kelompok yang anti pancasila dan NKRI ini dengan mengalirnya sumber dana dari kelompok tertentu, baik itu berupa material dan uang yang bertujuan untuk merusak republik ini, apalagi bangsa ini akan menghadapi pemilu 2024 mendatang. (red.sarinah)