PUBLIKASI ATAU DILUPAKAN !

PUBLIKASI ATAU DILUPAKAN !

PUBLIKASI ATAU DILUPAKAN !

(Bulan Desember, Bulan Puisi Esai, Dari Film Layar Lebar Hingga Tradisi Memberi Kesaksian)

By Denny JA

 

Daniel J Bernstein sebenarnya seorang akademisi ahli matematika. Tapi ia membuat pernyataan yang kuat yang efeknya melampaui dunia akademik.

Ujarnya: “Publish or Perished!” Di dunia akademia, jika kita tidak mempublikasi hasil riset kita, bukan saja hasil riset itu dianggap tak pernah ada. Bahkan sang akademisi pun tak dianggap hadir di dunia akademik karena tak memberikan kontribusi yang dapat diuji.

Namun pernyataan Bernstein itu berlaku juga untuk hal yang lebih strategis dan luas seperti pemberdayaan masyarakat, gerakan hak asasi, dan sosialisasi gagasan pencerahan.

Publish or Perished dapat kita terjemahkan menjadi “Ayo, berikan kesaksian. Tuliskan kesaksianmu. Publikasikan. Atau isu itu, ketidak adilan itu, pelanggaran hak asasi itu, akan diabaikan, dan terus berulang untuk terjadi lagi.

Komunitas puisi esai menjadikan bulan desember, setiap bulan desember, sebagai momen setiap tahun untuk mengajak publik luas memberikan kesaksian atas apa yang ia anggap penting.

Masing- masing dari kita mengetahui atau menyimpan kasus yang menyentuh rasa kemanusiaan. Itu bisa soal ketidak adilan yang terjadi di depan mata. Atau pelanggaran hak asasi manusia yang dialami tetangga. Atau soal kemiskinan, rusaknya lingkungan hidup, kezaliman penguasa, eksploitasi atas orang yang kita kenal, dan sebagainya.

Tuliskan itu dan publikasikan. Media sosial membuat setiap individu dapat dan bebas mempublikasikannya.

Isu itu dapat pula dituliskan dalam bentuk puisi esai. Mengapa puisi esai? Itu agar kisah yang sebenarnya menjadi lebih dramatis, lebih menyentuh hati, dan lebih lama tinggal dalam memori kolektif.

Cara menulis dalam puisi esai disertakan paling akhir dalam esai ini.

Di bulan desember ini, banyak hal signifikan yang sudah dilakukan oleh komunitas puisi esai.

Pertama, segera dibuat film layar lebar pertama berdasarkan puisi esai. Saya sudah bertemu beberapa kali dengan Direktur PFN, Dwi Heriyanto, sudah menanda- tangani MOU, untuk segera dieksekusi.

Kedua, kesaksian atas 25 kisah konflik berdarah di Indonesia setelah reformasi. Kisah ini sudah didokumentasikan dalam 25 puisi esai.

Itu kisah yang diolah dari drama di seputar konflik primordial di Era Reformasi: Konflik agama di Maluku (1991-2002), Konflik suku Dayak versus Madura di Sampit (2001), Konflik Ahmadiyah di Mataram (2002-2017), Konflik Rasial di Jakarta (Mei 1998), dan konflik pendatang Bali dan penduduk asli di Lampung (2012).

25 kisah ini saya tuliskan sendiri dan sudah menjadi buku “Jeritan Setelah Kebebasan” (2022). Juga sudah terbit edisi bahasa inggrisnya: Scream Following Liberation (2022).

Sebanyak 13 aktivis, penulis dan tokoh masyarakat juga sudah merespon buku puisi esai ini dan juga menuliskan responnya dalam buku yang segera terbit: Kaleidoskop Menolak Lupa: 13 Tanggapan Terhadap Puisi Esai Denny JA (2022).

Tiga dari 25 puisi esai konflik berdarah itu sedang dalam proses dituliskan menjadi skenario serial film untuk di OTT.

Dari puisi esai menjadi film komersial itulah tahapan berikutnya yang ingin dicapai oleh komunitas puisi esai.

Ketiga, dari Aceh hingga Papua, sebanyak 13 penulis senior puisi esai mengasuh total lebih dari 130 para penulis, aktivis, jurnalis, dosen, bahkan politisi, untuk memberikan kesaksian atas isu sosial dan mempublikasinnya dalam bentuk puisi esai.

Masing masing penulis dibebaskan memilih isu apa saja yang memang terjadi, dan penting, untuk didramatisasi dalam puisi esai.

Keempat, bulan September 2022, komunitas puisi esai ASEAN dengan bantuan pemerintah Malysia menyelenggarakan Festival Puisi Esai antar bangsa.

Di bulan Desember ini, puisi esai juga akan meluas ke Kairo dan Australia. Jika sebelumnya banyak penulis puisi esai dari luar Indonesia menuliskan puisi esai dalam bahasa Indonesia, kini di luar negeri, mereka akan menuliskannya dalam bahasa inggris.

Kelima, segera pula dibuat festival menulis puisi esai, dengan total hadiah 50 juta rupiah. Menuliskan isu sosial yang benar- benar terjadi, namun didramatisasi dengan fiksi, melalui puisi esai, bisa diikuti siapapun.

Kelima kegiatan puisi esai di atas, di bulan Desember 2022, bulan puisi esai, adalah tambahan langkah untuk ikut menghidupkan kembali tradisi “mengangkat isu sosial melalui gerakan sastra puisi esai.”

Setiap bulan desember, setiap tahun gerakan itu, mengangkat isu sosial melalui gerakan sastra puisi esai, akan terus dihidup- hidupkan.

-000-

Bagaimana cara menulis puisi esai?

Ini panduannya.

1. Pilih satu peristiwa dalam negeri yang menggambarkan ketidak adilan, atau pelanggaran hak asasi, atau peristiwa yang mengganggu rasa kemanusiaan kita.

2. Upayakan peristiwa itu sudah menjadi berita di sumber berita yang kredibel agar dipastikan itu bukan berita yang keliru (hoax).

3. Jadikan peristiwa di berita itu sebagai catatan kaki. Puisi esai dibuat berdasarkan catatan kaki ini. Catatan kaki dihadirkan dalam puisi. Minimal satu puisi esai terdiri dari satu catatan kaki.

4. Catatan kaki dapat ditambah, jika ada fakta lain yang penting yang perlu dirujuk dalam puisi esai itu.

5. Ciptakanlah drama di atas peristiwa true story itu. Drama yang menyentuh: ada tokoh di sana, ada konflik, ada plot cerita. Drama itu sepenuhnya fiksi untuk membuat kisah semakin menyentuh.

6. Gunakan bahasa komunikatif yang bisa dipahami bahkan oleh anak SMP sekalipun. Tapi gunakan juga kekayaan bahasa puisi seperti metafor, hiperbola, dan lain- lain.

7. Panjang dan pendek puisi tak ditentukan. Yang penting, drama yang diceritakan dalam puisi esai itu sudah cukup menyentuh. Makin pendek, makin baik.

8. Contoh puisi esai dapat dilihat dari dua karangan Denny JA di bawah ini:

– PUISI KAUM MINORITAS

https://drive.google.com/file/d/1iO8DUMPTCr7RV0ayZCp_IxxycYbMUbKM/view?usp=drivesdk

– MENCUCI BENDERA DI HARI 17 AGUSTUS

https://drive.google.com/file/d/1oiyzZBh7ObJsDyGdH01eLXDIwqxKRX92/view?usp=drivesdk

 

Release, sarinah (6/12/2022)