BJ. Habibie: Kalaulah Sempat., Apa yang Disampaikan Pasti Menimpa Siapa Saja!

BJ. Habibie: Kalaulah Sempat., Apa yang Disampaikan Pasti Menimpa Siapa Saja!

 

JAKARTA | SARINAH NEWS || – Tulisan saya dapatkan dari sebuah WAG. Saya mengamati tulisan itu. Saya tersentuh. Tertarik, dan pada akhirnya, perlu saya abadikan di Web sarinahnews.com agar tetap ada.

Diawali dengan dengan kalimat “Ternyata apa yang ditulis BJ. Habibie itu Sebuah kenyataan, bisa menimpa Siapa saja”.

Jadikanlah sebuah renungan, Kita para lansia dan yang muda, marilah sejenak kita baca dan ‘Renungkan!’

Realita pengalaman hidup BJ. Habibie, bahwa kehidupan ini pada akhirnya kembali kepada ke titik ‘Nol” ternyata itu benar. Apa yang pernah kita dapatkan dan kita banggakan ternyata itu semu, ‘Tidak ada yang dapat dibanggakan at all!’ Kecuali amal ibadah.

Dulu kita bangga dengan jabatan: Apa itu Nakhoda, apa itu KKM, apa itu Direktur, apa itu Boss perusahaan besar dan sebagainya.

“Ungkapan Hati BJ. Habibie soal akhirat yang bikin merinding 8 Jan 2019”

Pidato BJ Habibie Mantan Presiden RI ke 3 ini menuliskan tentang kisah hidupnya. Viral!

SAAT KEMATIAN ITU KIAN DEKAT!
KALAULAH SEMPAT!

Beliau berpesan, “Saya diberikan kenikmatan oleh Allah ilmu technology”, sehingga saya bisa membuat pesawat terbang, tapi sekarang saya tahu bahwa ilmu agama itu lebih bermanfaat untuk umat!

Kalo saya disuruh memilih antara keduanya maka saya akan memilih ilmu Agama atau berbuat baik dan berdarma pada orang banyak.

Saat ini, Sepi penghuni. Istri sudah meninggal. Tangan menggigil karena lemah. Penyakit menggerogoti sejak lama. Duduk tak enak, Berjalan pun tak nyaman.

Untunglah seorang kerabat jauh mau tinggal bersama menemani beserta seorang pembantu.

Tiga anak, semuanya sukses. Berpendidikan tinggi sampai ke luar negeri. Ada yang sekarang berkarir di luar negeri. Ada yang bekerja di perusahaan asing dengan posisi tinggi.

Dan ada pula yang jadi pengusaha. Soal Ekonomi, saya angkat dua jempol! Semuanya kaya raya.

Namun, saat tua seperti ini, dia merasa hampa, ada ‘pilu mendesak’ disudut hatinya. Tidur tak nyaman.

Dia berjalan memandangi foto-foto masa lalunya ketika masih perkasa dan enegik yang penuh kenangan.

Di rumah yang besar, dia merasa kesepian. Tiada suara anak, cucu, hanya detak jam dinding yang berbunyi teratur.

Punggung terasa sakit, sesekali air liurnya keluar dari mulutnya, dari sudut mata ada air yang menetes. Rindu dikunjungi anak-anaknya.

Tapi Semua anak-anaknya sibuk dan tinggal jauh di kota atau negara lain.

Ingin pergi ke tempat ibadah namun badan tak mampu berjalan.

Sudah terlanjur melemah.

Begitu lama waktu ini bergerak, tatapannya hampa, jiwanya kosong, hanya gelisah yang menyeruak.

Sepanjang waktu. Laki-laki renta itu, barangkali adalah Saya. Atau barangkali adalah Anda yang membaca tulisan ini suatu saat nanti.

Hanya menunggu sesuatu yang tak pasti.
Yang pasti hanyalah KEMATIAN.
Rumah besar tak mampu lagi menyenangkan hatinya.

Anak sukses tak mampu lagi menyejukkan rumah mewahnya yang ber AC.

Cucu-cucu yang hanya seperti orang asing, bila datang. Asset-asset produktif yang terus menghasilkan, entah untuk siapa?!

Kira-kira, “Jika Malaikat datang menjemput” akan seperti apakah kematiannya nanti.

Siapa yang akan memandikan?

Dimana akan dikuburkan?

Sempatkah anak kesayangan dan menjadi kebanggaannya datang mengurus jenazah dan menguburkan?

Apa amal yang akan dibawa ke akhirat nanti?

Rumah akan di tinggal, asset juga akan di tinggal pula. Anak-anak entah apakah akan ingat berdoa untuk kita atau tidak? Sedang ibadah mereka sendiri saja belum tentu dikerjakan!

Apa lagi jika anak tak sempat dididik sesuai tuntunan agama. Ilmu agama hanya sebagai sisipan saja.

“Kalau lah sempat”, menyumbang yang cukup berarti di tempat ibadah, Rumah Yatim, Panti Asuhan atau ke tempat-tempat di jalan Allah yang lainnya.

“Kalau lah sempat”, dahulu membeli sayur dan melebihkan uang pada nenek tua yang selalu datang.

“Kalau lah sempat” memberikan sandal untuk disumbangkan ke tempat ibadah agar dipakai oleh orang yang memerlukan.

“Kalau lah sempat”, membelikan buah buat tetangga, kenalan, kerabat, dan handai taulan.

Kalau lah kita tidak kikir Ikhlas kepada sesama, “pasti itu semua akan menjadi ” Amal Penolong”-nya.

Kalaulah dahulu anak disiapkan menjadi “Orang yang shaleh”, dan “Ilmu Agama-nya lebih diutamakan”.

Ibadah sedekahnya di bimbing dan atau diajarkan serta diperhatikan, maka, mungkin senantiasa akan terbangun di setiap malam: “Meneteskan Air Mata Mendoakan Orang Tuanya”.

“Kalaulah sempat membagi ilmu dengan ikhlas pada orang sehingga bermanfaat bagi sesama”

 

“KALAULAH SEMPAT”
Mengapa Kalau Sempat?
“Mengapa itu semua tidak jadi perhatian utama kita?”

Sungguh kita tidak adil pada diri sendiri. Kenapa kita tidak lebih serius?!

Menyiapkan “Bekal” untuk menghadap-NYA dan mempertanggung jawabkan segalanya Kepada-NYA?!

Jangan terbuai dengan “Kehidupan Dunia” yang bisa melalaikan!

Kita boleh saja Giat Berusaha Didunia, tetapi jadikan Itu untuk bekal kita pada Perjalanan Panjang dan Kekal Diakhir Hidup Kita.” Akhir pidato Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie.

 

Reposted: sarinahnews.com
Jakarta, June 24, 2024