Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (3)
(Di era pendudukan Jepang, 1942-1945, ribuan perempuan muda Indonesia dipaksa menjadi gadis penghibur tentara Jepang di berbagai tempat. Banyak dari mereka yang hilang, tak pernah kembali lagi ke keluarganya)
MENCARI MAKAM NENEK
By Denny JA
Hening malam itu pecah.
Terdengar suara yang lirih, pelan, purba, magis, dan pilu yang sangat menyayat.
“Taburkan bunga, dengan doa-doamu.
Sucikan aku kembali.
Sejukkan aku.”
Berulang-ulang pesan ini menggema.
Bambang pun terbangun dari tidur.
Dilihatnya jam dinding.
Pukul 2.00 dini hari.
Pintu, jendela, plafon.
Ubin, kursi, dan lampu di kamarnya, bergoyang-goyang.
Seolah berdzikir yang sama: “sucikan aku, sejukkan aku.”
Dalam seminggu ini,
dua kali sudah Bambang bermimpi sama.
Seorang perempuan datang,
membawa pesan itu-itu juga.
“Inikah nenek?,”
Bambang tercenung.
Bulu kuduknya berdiri.
Seminggu lalu,
bapaknya mengajak bicara.
“Bambang, usia bapak sudah 80 tahun lebih.
Aku tak ingin mati,
membawa rahasia ini.
Kamu harus tahu soal nenekmu.”
Sudah lama Bambang bertanya.
Siapa wanita di foto itu.
Foto hitam putih yang sudah menguning.
Digantung di kamar bapak dan Ibu.
Bapaknya hanya menjawab singkat:
Pada waktunya, bapak akan kisahkan.
Akhirnya, bapak bercerita.
“Itu foto nenekmu.
Di tahun 1942, usia bapak baru dua tahun.
Nenekmu pergi ke Kalimantan.
Usia nenek waktu itu masih 23 tahun.
Ia pergi bersama rombongan.
Semua gadis muda.
Nenek itu penyanyi.
Ia dijanjikan kerja untuk menyanyi
di tempat hiburan, di Kalimantan.
Tapi ternyata itu rumah bordil.
Semua gadis muda Indonesia diberi nama baru, nama Jepang.
Nenekmu dipanggil Sakura.
Di sana, nenekmu dipaksa melayani tentara Jepang.
Sehari sekitar 10-15 tentara masuk ke kamarnya.
Bapak mendengar kabar,
nenekmu disiksa,
dipukul, ditendang,
diinjak- injak, tidak diberi makan,
jika menolak melayani.
Hanya sebulan nenek di sana,
ia sakit. Lalu mati.
Mayatnya dibuang begitu saja di lapangan.
Dibiarkan membusuk, bersama dengan pekerja romusha yang banyak mati.
Tapi itu teman-teman nenek di sana, protes.
Mereka semua menolak kerja hari itu.
Kecuali jika mereka diizinkan menguburkan nenek.
Selayaknya.
Permintaan ditolak.
Teman-teman nenek disiksa.
Dipaksa untuk tetap kerja.
Namun teman-teman nenek menolak kerja.
Akhirnya, mereka dibolehkan memakamkan nenek,
di ujung lapangan, di bawah pohon.
Di tahun 1970,
waktu usiamu 6 tahun,
bapak pernah ke sana,
mencari makam nenek.
Tapi bapak tak pernah ketemu makamnya.
Bambang terkejut ketika pertama mendengar kisah ini.
Kepalanya berat.
Ia merasa seribu jarum meluncur terpanah ke jantungnya.
Tak heran kisah ini terbawa ke mimpi.
Bambang pun menelusuri aneka berita soal the Comfort Women, Jugun Ianfu,
gadis penghibur tentara Jepang di era perang dunia kedua.
Dokumen sudah ditemukan.
Itu kebijakan resmi tentara Jepang saat itu.
Di area pendudukan,
untuk 70 tentara jepang,
harus disediakan satu gadis penghibur. (1)
Di satu kawasan, diperlukan sekitar 30- 500 gadis penghibur.
Bambang terpana.
Itu dunia yang tak dikenalinya.
Ia dewasa di masa damai.
Malam itu,
Bambang merasa nenek memanggilnya.
Ia harus melakukan sesuatu.
Bambang pun minta izin kepada Bapak dan Ibu.
Minggu depan, ia akan ke Telawang, Kalimantan.
Ia niatkan.
Di tanah terdekat di kawasan itu,
ia akan sholat.
Lalu ia taburkan bunga.
Dari tanah itu,
Bambang akan kirim alfatihah untuk nenek,
yang tak pernah dikenalnya.
Ia akan kirim doa untuk sebuah zaman, agar jangan pernah kembali lagi.
Malam itu, Bambang tidur dengan rencana yang sudah kuat ia niatkan.
Semerbak harum menyelinap ke kamarnya.
Harum bunga kamboja.*
Reposted: sarinahnews.com
Jakarta, 5 Mei 2024
(1) Dokumen resmi ditemukan bahwa di era perang dunia ke dua, 70 tentara Jepang perlu dilayani oleh 1 gadis penghibur. Itu rasionya.
Sumber: https://www.liputan6.com/amp/4131026/6-fakta-budak-seks-tentara-jepang-saat-perang-dunia-ii