Ekonomi Kolonial Kapitalis Rasisme Vs Warung Pribumi Buka 24 Jam

Ekonomi Kolonial Kapitalis Rasisme Vs Warung Pribumi Buka 24 Jam

Opini:
Ekonomi Kolonial Kapitalis Rasisme Vs Warung Pribumi Buka 24 Jam

By John K

Siang bolong, saya ngopi di warung kopi Black Market, di Jl. Juanda, Malang. Kampoeng Warna-warni. Saya duduk termenung menikmati kopi racikan Madura, sambil melihat lalu-lalang orang-orang berjalan di sekitar area Black Market (rombengan juanda). Luar biasa!

Saya ingatkan, jikalau anda punya sakit mag akut atau ada masalah dengan lambung, jangan coba-coba minum kopi racik Madura di Embong Brantas, enak minumnya, tapi bisa antri ke UGD. Racikan kopi Madura, bagi saya gak ada yang bisa menandingi. Eunak lop (pol).

Bagi saya, sak Malang ini paling enak! Sing (tidak) ada lawan! Ah! Seandainya buka 24 jam, kira-kira kolonial (gerombolan) indomart, alfamart, dan restauran kapitalis (pemodal) rasis apa gak kejang-kejang kalik ya?

Saya tertawa dalam hati. Setalah saya menemukan beberapa media online yang memuat larangan Warung Madura buka 24 jam! Wah edan! Ini rasis apa diskriminasi terhadap pengusaha kecil di negeri sendiri?

Mana negara yang katanya hadir dalam mensyejahterahkan rakyatnya? Rakyat yang mana? Rakyat pemodal gede? Apa gak diskriminasi tu?!

Kalau buka usaha takut bersaing, jangan buka usaha. Kalau buka usaha pingin modal gak habis, buka komplek aja! Modal gak buntung! Untung jelas! Dapat gratisan so pasti! Enak khan?! Hehehe

Larangan warung buka 24 jam bagi warung kopi tepatnya Warung Madura, sangat terasa monopoli ekonomi kolonialis imperialis (gerombolan penjajah) baru bangsa sendiri! Apalagi ditujukan pada warung-warung Suku Madura! Ini sangat rasis sekali! Pancasila anti rasisme!

Waaah!, tak heran kalau kehadian itu memancing reaksi dan protes keras yang dilakukan oleh kelompok atau paguyuban Madura di seluruh daerah, termasuk Kota Malang, yang dipimpin oleh Jaqfar Sodiq, BNPB (Barisan Nasional Pemuda Madura).

Sumber, YouTube, sebagai ketua BNPB Kota Malang, Ia berharap bahwa pemerintah, khususnya Kota Malang, besar harapannya kepada pemerintah untuk memberi pembinaan, perlindungan dan pendampingan terhadap pengusaha kecil, karena sejatinya, pengusaha kecil itu memberikan kontribusi besar terhadap perputaran ekonomi di Kota Malang.

Pemerintah Kota Malang harus mendukung kemandirian warganya yang produktif aktif membangun ekonomi kecil dan termasuk menjaga perekonomian nasional, sekecil apapun usaha mereka.

Finally, itu dampak dari larangan warung Madura buka 24 jam, memancing reaksi anggota parlemen ikut bersuara, ini Rasisme! Katanya!

Berawal dari larangan warung Madura yang ada di Bali, bahwa dinilai hanya menguntungkan pengusaha minimarket bermodal besar, baik itu alfamart, indomart dan mart-mart lainnya.

Saya temukan artikel dari law-justice.co, salah satu anggota Komisi VI DPR RI menegaskan adanya larangan agar toko kelontong tidak beroperasi 24 jam merupakan bentuk diskriminasi terhadap pelaku usaha kecil.

Anggota parlemen komisi VI DPR RI itu menilai bahwa larangan itu hanya akan mempersempit ruang gerak dan peluang pelaku usaha warung kecil untuk mengais rezeki, sedangkan minimarket milik orang-orang modal besar dibiarkan buka 24 jam.

Lho! Kalau mau bersaing, mestinya pemodal besar jangan takut dong! Jangan main monopoli, apalagi menggunakan penguasa sebagai alat intervensi atau alat monopoli.

Kayaknya, birokratnya ngopinya kurang kentel, jadi gak tau ada Perda yang ditubruk. Kata orang darjo, “Dongkrok!”

Sekretaris Kemenkop UKM, Arif Rahman Hakim setalah menerima aduan kapitalis (pemodal) imperialis rasisme, tiba-tiba mewanti-wanti agar warung Madura menaati jam operasional, sehingga tidak lagi buka 24 jam penuh.

Setelah terjadi gelombang reaksi protes dari para pemerhati UMKM, praktisi hukum, politisi dan para pekerja sosial, ia serta merta mengklarifikasi bacotannya.

Ia berkata bak birokrat seolah hafal betul isi Perda itu dari pasal per pasal dan perkata dalam setiap Perda di setiap daerah, bahwa ternyata, terkait Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, ternyata tidak ada aturan yang melarang.

Dan, ia menyatakan bahwa tidak ditemukan aturan yang secara spesifik melarang warung Madura untuk buka 24 jam. Lho! Lak mencla-mencle ta!

Kayaknya, ia kurang arak Bali apa kopinya kurang kental?! Kapitalis besar masak takut sama warung modal kecil.

Begini, mart-mart modal besar itu dijaga pekerja dengan sistem kerja sip, (sip pagi, siang, dan malam) kalau gak salah. La, warung Madura atau warung pribumi lainnya apa juga ada karyawannya? Kalau ada, paling aatu/dua, apa mampu bayar karyawan sebanyak mart-mart modal besar itu? Ya gak mampu!,

Saya pernah tinggal di Bali, kira-kira tahun 1994-an, kurang lebih 7 bulanan, saya juga sering makan di warung  orang Bali, orang Mataram, orang Jawa yang buka 24 jam.

Mereka gak mampu buka warung 24 jam selama 6 bulan penuh walaupun ada pembantu 1 atau 2 orang! Gak mampu! Banyak yang gulung tikar! Entah mengapa.

Tetapi bukan persolan mampu dan tidak mampu kerja 24 jam penuh, ini faktor kemakmuran! Anak sekolah butuh biaya, hidup butuh makan, segalanya butuh uang!

Pemodal tidak mikir itu, karena sudah diatur oleh direktur kepala rumah tangga pengusaha itu. Kucing ngising ada yang ngurusi! Ngapain mikir!

And, banyak mart-mart modern dan modal besar, kalau dikatain kapitalis imperialis rasis marah!, diajak kerjasama membangun kemitraan dengan UMKM setempat susah!

Mengapa? Mungkin merasa dirinya telah memberikan kontribusi CSR’s-nya tapi bagi yang bisa mengakses.

Ikilah, bagian dari kerusakan itu, sing eroh dalane, sing sugih tambah sugih! Awakmu ngaplo cah! Hehehe…

Soal membangun kemitraan/channeling, saya yakin, seyakin-yakinnya, tidak lebih dari 0.02% yang bisa diajak channeling dengan UMKM sekitarnya.

Kalau ada pejabat/birokrat sekelas menteri, Waaah!… bicaranya, “Ayo kita bangun channeling antara big-market  dengan UMKM di sekitar kita. Kita makmur bersama sesuai dengan amanat undang-undang!” Uih… Uenak didengar!

Setelah menteri itu minggat! Ternyata pemodal itu pun susah dicari! Mingat pula! Gak jelas kabar kabure! Apa juga terjadi di Malang? Iya! Gak perlu saya ceritakan di sini! Cukup buat catatan saja!

Inilah pejabat dan pemodal hidupnya tidak pernah susah, jadi susahnya minta apun kalau diajak memilirkan rakyatnya yang susah!

Gerakkan adanya larangan warung Madura buka 24 jam, ini sama dengan mendukung lajunya inflasi tinggi di kota/kabupaten seluruh Indonesia. Harus kita lawan!

Apa lupa dengan sejarah yang baru terjadi pasca pandemi covid-19, banyak negara kolep hanya karena mengandalkan pengusaha besar, perusahaan besar untuk mengatasi lajunya inflasi di negaranya. Faktanya mereka tidak bisa berbuat apa-apa ketika inflasi melanda di negara itu, justru mereka menyalahkan pemerintah. Perhari ini (1/5/2024) ratusan bank di Eropa dan Amerika dinyatakan pailit.

Balik maning ning Warung Kecil versus Big-Market, bila daya beli masyarakat itu kurang, akibatnya banyak pelaku usaha yang akan gulung tikar dan akhirnya berdampak pada meningkatnya pengangguran. Benar!

Tetapi, apa kemudian warung Madura tidak buka 24 jam kemudian daya beli di big-market serta merta naik? Belum tentu! Apa di warung Madura itu tidak menyerap tenaga kerja walaupun 1 atau 2 orang? Apakah itu tidak menciptakan pengangguran?

Kalau satu warung itu ada 1 karyawan, berapa banyak pengangguran kalau ternyata warung madura atau pribumi setempat ada kira-kira 2000 warung di dalam kampoeng mapun di pinggir jalan raya? Siapa yang mau menampung mereka? Apakah big-market? Preeeet!

Harus diakui, jangan munafik, malam seperti saat ini, saat saya tulis opini ini, ketika saya lapar dan butuh rokok, saya keluar, dan rokok saya tidak ada di big-market, bener ndak ada, adanya di warung klontong.

Saya tidak enak menuliskan merk rokok saya, kalau saya tuliskan belum tentu saya dikirimi satu slop saja dari product pabrik rokok itu. Kan saya tidak promo! Hehehe…

Eh! Sory yee… selama ini keberadaan warung-warung Madura atau pribumi lainnya yang buka 24 jam telah memberi kontribusi positif pada nasyarakat secara luas.

Diakui apa tidak, kecuali para kapitalis imperialis rasis itu! Soal keamanan, mereka sudah merasa membayar sekuruliti, (paling piro bayarane), sombong, faktanya masih banyak terjadi pencurian dan perampokan!

Warung kopi atau toko klontong (pribumi), membantu kebutuhan masyarakat di malam hari, menjaga keamanan lingkungan, menyerap tenaga kerja, menggerakkan perekonomian rakyat kecil dan melahirkan pengusaha baru, walaupun kelas teri!

Asal kalian tau! UMKM memberi andil besar untuk mengatasi gelombang inflasi negara! Karena kita bukan bangsa pemalas!

Bagi saya, suatu negara yang tidak punya malam, negara itu tidak jatuh miskin, karena ia memiliki siang selama 24 jam penuh!

Lihatlah Inggris! 1/4 bumi ini adalah negara jajahannya, ketika malam di atas London, bank dan mesin pabrik pada berhenti, tetapi di belahan negara jajahannya itu siang, bank dan mesin-mesin pabrik pada produksi. Uang terus mengalir di Kas London! Hebat tidak?!

Mungkin ini yang diimplementasikan oleh para big-market.  Bagus, tapi tidak pakai monopoli segala dong! Apalagi dengan cara kotor menggunakan kekuatan penguasa!

Seakan-akan negara ini akan bangkrut tanpa mereka, cukung dan/atau mafia pengusaha! Ingatlah! Kekuatan UMKM adalah modal kekuatan revolusi ekonomi!

Apakah memang usaha mereka untuk membumi hanguskan kekuatan kecil (UMKM) agar tidak bersatu, atau agar UMKM koleps? Atau, apa mereka takut jikalau sampai terbentuk satu kelompok (koperasi), sehingga ia akan menjadi kekuatan besar? Karena koperasi adalah soko guru ekonomi, atau nadinya revolusi perekonomian rakyat Indonesia.

 

Malang, Kamis, May 2nd, 2024
Writer, John K