Konten Eksklusif Jurnalisme Investigasi Dilarang, John K: Dikit-dikit Dilarang, Melarang Kok Dikit-dikit

Konten Eksklusif Jurnalisme Investigasi Dilarang, John K: Dikit-dikit Dilarang, Melarang Kok Dikit-dikit

 

KOTA MALANG | SARINAH NEWS || — Saya berada di tengah-tengah suasana berkabung, Bambang Setiawan, yang akrab dipanggil Setia, teman media online yang telah mendahului kami sesama profesi wartawan online, ia lebih dulu menghadap Illahi Robbi pada hari senin (12/5).

Ia adalah sahabat baik saya, seperti teman-teman seprofesi lainnya. Sangat baik!

Hadir juga di tengah-tengah kami, Abah Bro. Ia adalah seorang konten kreator yang mempunyai karakter unique. Suaranya serak dan berat! Cocotnya terasa pedas bagi pihak yang dikritiknya.

Saya sendiri pernah mengambil vidionya saat memberikan kritikan langsung pada Pemerintah Kota Malang. Sayang kontennya tidak live!

Coba live! Wah bisa masuk konten eksklusif jurnalisme investigasi yang dilarang, seandainya DPR sudah melakukan RUU (revisi undang-undang) larangan konten kratif eksklusif jurnalisme investigasi.

Sayangnya, teman-teman media sudah bereaksi lebih dulu.

Larangan kebebasan jurnalis ini tidak hanya membungkam cucuk’e Abah Bro, bahkan menggaruk isi kepalanya yang penuh ide kreatifnya. Apakah Abah Bro itu toxic ta, kok gatal dengar ocehannya. Gak bahaya ta?!

Ditengah berkabung saja bibirnya licin mengeluarkan joke-joke memecahkan suasana hening. “Aku pas ngeseng (BAB), dengar berita duka ini langsung ke sini. Mana temanmu si Anu?!”

Aku senyum aja melihat tingkahnya. “Aku pasti datang ke rumahmu lagi, untuk bikin podcast,” kataku dalam hati.

Teman-teman media mulai kasak-kusuk membicarakan Revisi Undang Undang kebebaaan pers yang akan mengebiri kebebasan pers itu sendiri.

HP ditangan, mulai aku buka aplikasi note premium untuk menulis beberapa kalimat ocehan teman-temah media.

Ternyata benar, sumber, tempo.co, pada hari Selasa, (13/5/2024) berita muncul dari penyataan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyampaikan bahwa RUU penyiaran yang draftnya akan menjadi agenda DPR.

Hal ini yang akan penyebab pers di Tanah Air menjadi produk pers yang tidak merdeka, tidak profesional, tidak independen, dan tidak akan melahirkan karya jurnalistik berkualitas. Termasuk konten-konten para kreator.

Memang banyak konten-konten kreator atau karya jurnalistik yang tidak berdasarkan data dan fakta bahkan cenderung hoax serta hasud, tetapi bukan berarti membatasi kreatifitas dan profesioaniltas insan jurnalis.

Abah Bro pernah bikin konten investigasi kreatif di Rombengan Malam (Roma) Malang, dan banyak kasus-kasus lain yang diangkat melalui investigasi. Ini adalah karya jurnalistik yang berdasarkan data dan fakta. Apakah ia adalah toxic? Oh! No!

Penguasa jangan mudah baper. Dikritik dikit baper! Baper kok dikit-dikit! Si Anu gini, Si Itu tu gitu! Padahal ia sendiri lebih dari Si Anu dan Si Itu! Rabalah tengkukmu sendiri sebelum menjustmen orang lain.

Ujung-ujungnya jurnalistik dijadikan kambing hitam. Jadi pejabat jangan toxic!

Soal substansi jurnalis, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menolak draft revisi undang-undang kebebaaan pers tersebut, karena di sana ada pasal yang memberi larangan pada media investigatif.

Pelarangan pada media investigatif sangat bertentangan dengan mandat di dalam Undang-Undang 40 Pasal 4. Hal ini Ia sampaikan dalam konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Mei 2924.

Karena dalam UU 40 pasal 4 tersebut sudah tidak ada lagi soal sensor menyensor! Ini pemerintah mau main brendel aja. Kayak era orba! Kuping panas, dor!

Kalau ada konten kreator yang sifatnya hoax, kan ada UU ITE untuk menjerat yang bersangkutan.

Kenapa pakai pasal-pasal larangan lagi yang sifatnya membunuh kreatifitas dan profesionalitas insan pers dan masyarakat, sedangkan emproduksi banyak pasal tapi gak ada manfaatnya.

Bukankah di dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tersebut sudah tidak ada lagi yang namanya penyensoran, pembredelan, hingga larangan penyiaran terhadap karya jurnalitsik berkualitas.

Karena penyiaran media yang didasari dengan cara investigatif adalah satu modalitas kuat dalam karya jurnalistik profesional.

Jikalau alasannya adalah sengketa jurnalistik, sudah disebutkan dalam Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran.

Hal itu termaktub dalam draft Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024, tepatnya di Pasal 8A ayat (1) huruf q.

Dan, RUU penyiaran ini menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 bahwa penyusunan sebuah regulasi harus meaningful participation.

DPR kalau ketauan mau melakukan revisi undang-undang, pasti bilang, “semua pihak boleh terlibat! Masyarakat boleh terlibat pendapatnya untuk didengar dan dipertimbangkan!” Ketika tidak ketauan, bablas!

Saya sepakat dan mendukung Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bayu Wardhana, meminta agar DPR menghapus pasal bermasalah dan yang merugikan kreatifitas serta kwalitas insan pers dalam RUU Penyiaran.

Lebih lanjut, pasal yang merugikan adalah salah satu pasal yang dinilai bermasalah, adalah pasal 50 Ayat (2) butir c. Pasal ini mengatur ihwal pelarangan media menayangkan konten atau siaran eksklusif jurnalisme investigasi. Karena Pasal tersebut membingungkan.

Mestinya, DPR memgacu pada Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai rujukan utama dalam penyusunan pasal yang mengatur tentang penyiaran karya jurnalistik.

Didukung juga, dari Pengurus Pusat Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) menyoroti rencana Revisi Undang-Undang Penyiaran bahwa beberapa hal yang menurutnya perlu di-take out dari draf revisi UU Penyiaran pada pasal dan ayat yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigatif.

Tanpa investigasi, mana pungkin karya jurnalis podcasts Abah Bro bisa berkwalitas, apik, menarik, dan berbobot bila penyiaran penayangan eksklusif jurnalistik investigasi dilarang oleh penguasa.

Penguasa kalau tersinggung, dikit-dikit melarang. Melarang kok dikit-dikit!

Opini: John K
Posted: sarinahnews.com
Kota Malang, 16 Mei 2024