SARINAH NEWS, -JAKARTA, Ah. Betapa senangnya menjadi anggota dewan. Bapak anggota dewan terhormat. Artikel ini sarinahnews.com ambil dari WA group yang di tulis oleh Wahyu Sutono.
Fadli Zon ini begitu naif, nyinyirin pemerintahannya sendiri tanpa mampu menyajikan data. Seorang anggota dewan rerhormat bicara aras nama rakyat harus mampu menunjukkan data yang tepat dan akura. Sehingga, sebagai anggota dewan terhormat (DPR-RI) tidak terkesan asal ngomong yang justru merendahkan kwalitas dirinya sendiri.
Enak bener memang menjadi anggota dewan terhormat karena sudah pasti bisa merasakan bepergian ke luar negeri seperti halnya yang dialami oleh Fadli Zon yang baru saja pulang dari Aljazair, dengan oleh-oleh menarik tentang harga BBM yang diwartakan jauh lebih murah, dan gratis saat menggunakan jalan TOL.
Enak, PP gratis dapat uang jajan bisa dibawa phlang masih sisa banyak. Kalau dibelikan dawet pasti dapat sak kolam. Lumayan bisa dibuat renang.
Sayangnya Fadli Zon tidak merinci mengapa di Aljazair harga BBM-nya bisa lebih murah, dan mengapa pula menggunakan jalan TOL disana bisa gratis. Lebih disayangkan lagi Fadli Zon juga tidak merinci mengapa di Indonesia sejak era-era sebelumnya harga BBM di Aljazair memang sudah lebih murah.
Fadli Zon juga tidak merinci mengapa TOL sudah sejak era Orde Baru memang tidak gratis, juga tidak merinci bagaimana solusinya agar BBM di Indonesia bisa lebih murah, dan bagaimana caranya agar TOL di Indonesia bisa gratis. Sebab kalau hanya sekadar nyindir seperti itu saja mudah sekali.
Lebih lanjut, seharusnya Fadli Zon paham bila yang namanya TOL atau ‘Tax on location’ itu berbayar, sehingga jalan di Aljazair yang tidak berbayar namanya bukan jalan TOL. Makna Jalan TOL adalah jalan umum atau tertutup di mana para penggunanya dikenakan biaya untuk melintasinya sesuai tarif yang berlaku. Jalan ini merupakan bentuk pemberian tarif pada jalan yang umumnya diterapkan untuk menutupi biaya pembangunan dan perawatan jalan.
Selanjutnya Fadli Zon pun harusnya paham bila harga BBM di tiap negara berbeda bergantung pada banyak aspek, diantaranya terhadap kebijakan subsidi, cadangan minyak, dan kebutuhan konsumen. Itu sebabnya mengapa ada yang harganya lebih murah, namun sebaliknya yang jauh lebih mahal justru lebih banyak.
Indonesia saat ini belum bisa melakukan seperti halnya di Aljazair, kecuali bila kilang minyak yang sedang dibangun sudah selesai semua, agar bisa mengolah minyak mentah, dan tidak impor BBM lagi, itupun setelah dengan pertimbangan nilai keekonomian nantinya seperti apa. Yang pasti sungguhlah tidak bijak bila Indonesia dibandingkan dengan Aljazair.
Sebab begini, Aljazair memiliki cadangan minyak lima kalinya Indonesia, sedangkan jumlah penduduk Aljazair hanya 1/6 dari Indonesia, dimana kepemilikan kendaraan pun di Indonesia jauh lebih banyak. Lalu kondisi perekonomian Indonesia pun jauh lebih baik, atau menjadi yang paling stabil, selain China.
Coba tengok rasio utang Aljazair terhadap PDB-nya yang sudah mencapai 62,99%, sedangkan rasio utang Indonesia jauh lebih kecil, atau hampir setengahnya, yakni 39,57%, namun dapat membangun secara masiv dan merata di seluruh Indonesia. Bahkan Indonesia pun dipercaya membangun infrastruktur di Aljazair.
Bila Indonesia dipaksakan seperti halnya di Aljazair, maka negeri ini bukan saja akan stagnasi, bahkan sangat mungkin sulit maju seperti halnya Aljazair yang sejatinya berulang kali akan menaikan harga BBM, namun urung karena tekanan banyak pihak. Itu pun dilakukan oleh Venezuela yang harga BBM-nya malah lebih murah lagi dibanding Aljazair.
Namun apa yang terjadi di Venezuela setelah itu sungguhlah sangat mengerikan sekali. Di Indonesia POM Bensin selalu penuh antrian pembeli BBM, sedangkan di Venezuela, jangankan beli kendaraan, bensin yang sangat murah pun warganya tak mampu membelinya:
“Bersyukurlah menjadi Indonesia yang dikelola dengan sangat hati-hati, sehingga tidak mengalami persoalan ekonomi yang begitu rumit seperti halnya negara-negara lain pada umumnya, termasuk negara-negara maju.”pungkas Wahyu Sutono. (sarinah)
Rewrite. : sarinah
Editor. : sarinah
Jakarta, 6 Februari 2023