Opini:
Gus Muhdlor Kejepit Jebakan Tikus
By john K
Selasa pagi (16/4), temanku kirim berita yang mengejutkan saya, “Bang Gus Muhdlor pesan rompi orange!” Tulisnya di WA saya.
Saya tidak terkejut, karena saya mengerti apa maksudnya. Rompi orange itu kostum milik KPK.
Wah ini seperti jatuh ketimpa tangga digigit anjing pula!
Bagaimana tidak! Bukankah pada bulan Januari 2024 ia kena OTT KPK, dan saya melihatnya santai aja, dalam dugaan saya entar pindah pilihan ke 02, seperti rumor banyak kepala daerah yang tersandra kasus lalu pindah dukungan politik, jatuh ke pilihan 02 karena terjerat kasus korupsi.
Ternyata dugaanku benar, ia pindah dukungan dari 01 ke 02 agar selamat dari kasus dugaan korupsi.
Tapi kali ini dugaanku bleset, kirain selamat setelah pindah dukungan, ternyata masih jadi ketetapan KPK sebagai pihak tersangka melakukan pemotongan honor dilingkungan kepegawaian dan ikut menikmati korupsi di lembaga keuangan pajak, Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) kabupaten Sidoarjo.
Wah! Kalau ini menurutku, tikus terperangkap jebakan tikus, kejepit jerit, dimakan tikus pula! Tikus apaan, teman sendiri dimakan. Edan!
Saya baca dari nasional.kompas.com, (16/4), tertulis bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Sidoarjo, Jawa Timur, Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor ditetapkan sebagai tersangka lantaran diduga telah memotong dan menerima uang di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
Saya kira, politik ini nampak kejam, bagi mereka yang kurang belajar seni politik.
Yaa… seperti piala AFC di Qatar, antara Indonesia Vs Qatar selaku tuan rumah penyelenggara. Secantik apapun permainan Indonesia kalau mental wasit sudah terkontaminasi permainan kotor keputusannya tetap kotor! Indonesia terbidik target permainan kotornya. Habis sudah! 2 kartu merah kontroversial terjadi.
Begitupun yang terjadi pada Gus Muhdlor. Sebagai lawan politik masuk jebakan badman (orang kotor).
Sudah jatuh ketimpa tangga, digigit anjing pula. Habis sudah! Jelas sudah kena OTT ternyata masih bisa dimanfaatkan oleh lawan politik.
Biasanya orang yang panik itu sering tidak bisa berfikir jernih. Ia kira dengan pindahnya dukungan lalu bebas dari jeratan KPK. Ia lupa kalau ia adalah lawan politik dan bisa dimanfaatkan karena ketakutannya!
Dalam asumsi saya:
1. Ia dimanfaatkan oleh pemguasa karena ketakutannya. 02 itu kandang play maker boss! Gak ada kepala daerah yang gak takut kalau tikus dilepas. Karena kebiasaan tikus menyelesaikan masalah dibawah meja!
2. Penguasa menggunakan kekuasaanya untuk memenangkan sebuah permainan politik. Apapun caranya, baik melakukan pressure atau iming-iming perlindungan hukum bagi kepala daerah korup, padahal tetap saja dijebloskan karena bukan koloninya. Kalau koloninya, bebas boss!
3. Jangankan kepala daerah, pengusaha pun kecut ketika pressure SIUP-nya akan dicabut kalau tidak memberikan dukungan. Siapa yang gak takut kalau itu urusan hajat hidup karyawan dan masa depan perusahaan sendiri! Bisa mbambung boss!
Itulah hukum di lingkaran kekuasaan. Apakah hukum sebagai sebagai jendral pemberantasan korupsi? Tergantung yang menggunakan kekuasaan!
Kita tunggu nasib kepala desa korup, kemungkinan nasibnya sama dengan Gus Mudlor kalau bukan koloninya. Habis boss!
Apakah kejadian ini menjadi pelajaran bagi politisi muda? Ah! Saya pesimis, kerena kejian ini sering terjadi dan berulang-ulang. Masih saja ketipu!
Bagi saya, sudah tau lawan politiknya melakukan penekanan, kenapa harus mengorbankan partainya hingga menghianati partainya? Mestinya lawan terus! Jatuh yaa jatuh aja! That’s gama! Itu bukan kader militan! Kader meletan!
Kita tunggu babak baru nasib kepala daerah dan kepala desa yang sudah dibidik KPK. Dan apakah KPK menjadi alat politik penguasa, seperti banyak pengamat ungkapkan?
Yuk kita simak perjalanan hukum di NKRI tercinta ini.
Opini: John K
Sidoarjo, Selasa, 16 April 2024