JOGYAKARTA, SARINAH NEWS, – Opini berkembang dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari kalangan akademisi, ormas, ilmuwan, pengamat politik, budayawan, pemuda dan banyak lainnya.
Mereka menyuarakan agar Pak Lurah red., untuk tidak cawe-cawe dalam pemilu 2024 mendatang, tetapi justru masyarakat banyak mencurigai keterlibatan Pak Lurah terlibat semakin dalam, dengan kasus keputusan MK meloloskan Gibran Cawapres PS.
Opini ini diambil dari tulisan sahabat WAG tentang keprihatinannya terhadap cawe-cawenya Pak Lurah, dituliskan sebagai berikut. Untuk disimak:
“Melihat situasi politik hari ini yang bercampur dengan kepentingan negara, menimbulkan beberapa kejanggalan. Pasalnya alat negara yang seharusnya menjalankan tugasnya untuk melayani rakyat, justru berpihak kepada kepentingan pribadi dari Presiden Jokowi.
Pembuktian, bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) yang jelas terlihat nyata dengan dugaan pelanggaran kode etik oleh ketuanya, Anwar Usman, yang juga Paman dari anak Pak lurah (Gibran).
Sebagai ketua dari lembaga independen, Anwar dinilai telah mengeluarkan putusan yang subjektif yakni berpihak pada sosok Gibran.
Belum tuntas dengan MK, ada KPU yang mengikuti jalan MK untuk meloloskan Gibran dalam pilpres 2024.
Padahal berdasarkan prosedur, jika KPU memberlakukan peraturan baru harus merevisi PKPU berdasarkan konsultasi DPR.
Tapi hal itu tidak dilakukan oleh KPU, peraturan dari putusan MK diberlakukan begitu saja tanpa legalisasi dalam peraturan mereka.
Atas pelanggaran konstitusi itu berbagai tokoh di negeri ini turut serta menyuarakan agar demokrasi tidak tergerus oleh pemimpinnya sendiri.
Presiden Jokowi, hanya diam menyaksikan peristiwa tabrak-menabrak konstitusi yang dilakukan untuk anak sulungnya.
Justru sang presiden ikut memberikan restu kepada Gibran untuk maju menjadi cawapres dari Prabowo Subianto, dan menggunakan perangkat di jajarannya untuk ikut mendukung Prabowo-Gibran.
Diantaranya dilakukan lewat pembentukan timses oleh Wamen Desa, penguatan relawan Prabowo-Gibran lewat Menteri investasi Bahlil Lahadalia dan mungkin pergerakan lain yang tak kasat mata.
Tindakan Jokowi ini menuai banyak kritik dari berbagai tokoh publik.
Yang pertama ada Sri Sultan Hamengkubuwono X, kepala DIY itu memberikan wejangannya kepada kepala negara ini agar tidak ikut berkampanye dalam pilpres 2024.
Wejangan disampaikan dalam acara Jogja Nyawiji ing Pesta Demokrasi di Monumen Jogja Kembali, Sleman.
Kepada para wartawan yang hadir, Sri Sultan HB X menuturkan agar Pak lurah, begitu menyebutnya presiden Jokowi, agar tidak usah ikutan kampanye.
“Itu harapan kita bersama sehingga polarisasi di masyarakat tidak terjadi, nah kalau itu terjadi kan yang repot Pak Lurah sendiri, dengan perangkatnya,” lanjut Sri Sultan HB X.
Tokoh lain yang menyuarakan wejangannya ada Guru Besar Intelijen Hendropiyono, yang meminta Presiden Jokowi agar tidak ikut mengintervensi pemilu.
Dalam pidatonya di acara Sumpah Pemuda, Hendropiyono menuturkan bagaimana dia mengenal sosok Jokowi dari pilkada DKI Jakarta.
Dia menyampaikan keresahannya, dan berharap Pak Jokowi bisa menegasi situasi hari ini tentang hukum yang lemah dan dipakai untuk memuluskan jalan anak sulungnya.
“Pak Jokowi yang pernah dekat sekali dengan saya saat Pilkada DKI sampai dengan pilpres 2 kali, bahwa para pendukung anda bisa jadi beringas jika tangan adikuasa yang tidak terlihat dan tidak terasa melakukan intervensi.
Itu bisa langsung maupun tidak langsung melakukan sabotase yang kita sudah tidak punya lagi hukum untuk menghadapi gerakan subversif yang demikian itu”, papar Guru Besar Intelijen Hendropiyono.
Di lain kalangan ada pengamat pertahanan dan militer yang mulai mengeluarkan pendapatnya.
Dia mengaku marah kepada presiden Jokowi, karena sang presiden tidak menjalankan fatsun politik. Tidak tertulis karena hal itu berhubungan dengan moral berpolitik.
Jokowi sudah terlalu jauh ikut campur dalam pilpres, sampai mengotak-atik hukum demi anaknya. Semua demi kekuasaan yang harus diteruskan oleh keturunannya.
Connie yang ikut geram juga mengungkapkan kekecewaan salah satu hakim MK, yang ingin membubarkan MK saja karena dinilai membuat malu dengan putusan yang berpihak pada anak presiden.
Jauh sebelum para tokoh publik menyuarakan ketidakadilan, barisan para simpatisan yang sudah mengawal Jokowi juga sudah menyampaikan keresahan mereka terhadap tindakan Jokowi yang menginginkan perpanjangan kekuasaan lewat anaknya.
Namun semua hanya dianggap sebagai angin lalu, karena nyatanya Pak Presiden semakin nyaman melanggengkan tindakannya bersama anak buahnya di pemerintahan untuk memenangkan Gibran.
Para pengamat sudah berbondong-bondong menyampaikan hasil analisisnya terhadap tindakan Jokowi dan situasi yang terjadi hari ini.
Bahkan mereka menilai Jokowi semakin tidak konsisten, atau memang sudah berubah karena menjelang habisnya waktu berkuasanya di negeri ini.
Suara para pengamat ini yang membuktikan bahwa memang rakyat dikorbankan oleh pemimpinnya sendiri.
Seperti yang diungkapkan Connie, rakyat diam bukan berarti mereka tidak tahu. Tapi rakyat ingin melihat sampai mana Pak Jokowi berbuat.
Semua pasti akan ada masanya meledak di saat kekesalan itu sudah waktunya diluapkan.
Reposted: sarinahnews.com Jogyakarta, November 1, 2023