Prastowo, Stafsus Menteri Keuangan VS Fadli Zon Soal Kenaikan BBM Sesat

Prastowo, Stafsus Menteri Keuangan VS Fadli Zon Soal Kenaikan BBM Sesat

 

sarinahnews.com – Jakarta, Langit murung ketika para dewa sudah pusing karena gak bisa lagi berpestapora dari hasil bajakan dagangan gas dan BBM, yang selama ini cukup impor dari negeri kayangan tiba-tiba dihapuskan dari kayangan. Dewa kok jadi mafioso.

baru-baru ini, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, geram dan membantah tudingan Fadli Zon yang menyebut narasi pemerintah soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sesat.

Bantahannya ini disampaikan Prastowo dalam sebuah utas di akun Twitter-nya, @prastow.

Menurut dia, tidak ada satu pun pejabat di Indonesia yang ingin menyesatkan masyarakat. Karena itu, dia merasa perlu meluruskan tudingan yang disampaikan Ketua Badan Kerja Sama Antar-parlemen DPR tersebut. Sumber, tempo.co (11/9/2022)

“Saya perlu luruskan catatan Anda dalam “Narasi Menyesatkan”. Saya rasa kita sepakat tidak ada yang mau membuat masyarakat tersesat. Kita kerja buat Republik tercinta,” kata Prastowo melalui cuitannya, Jumat, (9/9)

Belum lagi, centeng para dewa terhormat ini juga berasumsi dan menuduh pemerintah susah cari hutang ke luar negari sehingga menaikkan harga BBM dan mengurangi subsidi BBM bagi golongan orang mampu. Padahal, orang mampu bijak menanggapi kenaikan BBM ini demi kelangsungan dan keuangan negara (APBN) tidak jebol hanya untuk subsidi BBM saja.

Keuangan Negara itu untuk diatur demi rakyatnya bukan dihambur-hamburkan untuk rakyat yang pada akhirnya merugikan rakyat itu sendiri. Soal korupsi itu dari oknum anggota parlemen dan birokratnya mentalnya memang perlu diupgrade mentalnya.

Bantahan pertama, kata Prastowo, berkaitan dengan tudingan Fadli terhadap total subsidi BBM yang kerap disampaikan Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Kepala negara dan bendahara negara acap menyampaikan APBN membengkak sampai Rp 502 triliun untuk subsidi BBM. Sedangkan kata Fadli, sebenarnya subsidi BBM dalam APBN hanya Rp 149,4 triliun.

“Presiden dan Menkeu menyatakan Rp 502 triliun adalah subsidi energi, dan itu memang benar: Total untuk subsidi kompensasi BBM, listrik, dan LPG 3 kilogram. Saya pernah membuat utas tentang ini, jumlah Rp 502 triliun sudah saya rinci,” ujar Prastowo.

Setelah harga BBM dinaikkan pun, Prastowo berujar anggaran Rp 502 triliun tetap tidak cukup hingga akhir tahun ini. Dengan asumsi terendah Indonesia Crude Price (ICP) di angka US$ 97 per barel, hingga akhir tahun negara masih perlu tambahan Rp 89,3 triliun karena lonjakan kebutuhan.

Bantahan kedua, Prastowo berujar, Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak pernah mengatakan akan menghilangkan sepenuhnya subsidi energi. Sri, kata Prastowo, hanya memberikan hitung-hitungan kasar seberapa besar pembangunan yang dapat dicapai dengan uang subsidi dan kompensasi energi yang anggarannya sudah mencapai Rp 502 triliun.

“Mengajak kita aware dan punya visi yang sama tentang pentingnya reform. Nyatanya, subsidi sebesar Rp 502 triliun tersebut akan habis bahkan membengkak. Lebih lagi, pemerintah memberikan tambahan perlinsos berupa BLT BBM sebesar Rp 24,1 triliun,” ucap Prastowo._

Ketiga, Prastowo membantah mengenai pernyataan Fadli yang mengatakan kompensasi tidak di diatur dalam undang-undang. Padahal, Kompensasi itu kata Prastowo telah termuat dalam Pasal 66 Ayat (4) Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 dan PP Nomor 45 Tahun 2005.

“Di sana disebutkan, apabila penugasan dari pemerintah secara finansial tidak fisibel atau menguntungkan, Pemerintah Pusat harus memberikan kompensasi. Lantas di mana letak kompensasi di Perpres 98/2022? Dapat dilihat pada BA999.08 fungsi ekonomi, jenis belanja lain-lain,” kata dia.

Dari mana sang dewa kesambapan aura anak tuyul ini sehingga tidak bisa berfikir bijak, apa karena sudah terlalu banyak ketragan fasilitas kemapanan dari maha dewa yang terusir dari singgah sana sehingga pakai tangan dewa penyusup untuk selalu kontra produktif.

Apa memang sedang ada pengurangan fasilitas sehingga memaknai kontrol itu asal beda dengan pemerintahannya yang sebenarnya dia sendiri ikut mengelolah lewat titah dan ketetapannya.

However, apa fungsinya sebagai anggota dewan yang berwenang ditangannya sebagai legislator, kontrol dan penganggaran atas seluruh rangkaian kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah yang akhirnya hanya ‘asal beda dan tidak sepakat’, bukankah regulasi itu dia sendiri ikut membuat. Ah. Kesambet tuyul dari mana dia itu sampai menuduh pemerintah sesat. (k-red)